PALANGKA RAYA, KALTENGSATUNUSANTARA.COM – Masalah stunting tentunya menjadi salah satu persoalan pada era modern seperti sekarang ini. Ada berbagai faktor yang menyebabkan stunting terjadi, salah satunya adalah perkawinan usia anak.
Hal tersebut disampaikan Dinas
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Provinsi Kalteng, Linae Victoria Aden saat diwawancarai oleh sejumlah awak media di Palangka Raya, Rabu (13/7/2022).
“Pernikahan dini atau pernikahan usia anak adalah salah satu faktor yang mempunyai peran terhadap terjadinya stunting. Karena saat terjadi perkawinan usia anak, pasangan tersebut bisa dikatakan belum siap untuk menjadi keluarga yang siap,” ucap Linae.
Dia menambahkan bahwa, pasangan perkawinan usia anak belum siap secara fisik maupun mental karena masih dalam usia anak yakni dibawah 18 tahun. Karena salah satu hal yang dipersiapkan dalam pernikahan adalah bagaimana untuk merawat dan memperhatikan gizi anak, mulai dari janin hingga berumur 2 tahun atau 1.000 hari pertama.
Selain itu, akibat masih belum siap secara mental maka rentan khususnya bagi ibu yang masih dalam usia anak dan ketika ibu tersebut tidak siap untuk merawat anaknya maka, bisa jadi anak yang dalam kandungannya tidak diperhatikan sehingga asupan gizinya kurang.
“Jadi stunting itu terjadi akibat kekurangan gizi yang kronis, jadi bukan satu atau dua bulan. Mulai dari dalam kandungan dan hingga lahir, misalnya ketika anaknya sudah lahir dan terlewat dimana harus menyusui , harus memberikan ASI secara eksklusif dan terus menerus,” lanjut Linae.
Oleh karena itu dia berharap untuk dapat menurunkan angka stunting, perlu adanya sinergi antara stakeholder terkait. Mulai dari tingkat Pusat, Provinsi hingga Kabupaten/Kota agar bergerak bersama-sama harapannya angka stunting di Kalteng dapat turun sesuai dengan target penurunan prevalensi Stunting pada anak di bawah usia dua tahun menjadi 14 persen tahun 2024.
“Untuk Posyandu, harus kita upayakan agar terus dilakukan dimana bukan hanya untuk memantau anak balita namun disitu juga ada edukasi yang diberikan. Edukasi tersebut tak hanya untuk anak balita saja, tapi juga untuk orang tuanya.” tutup Linae.
(Ahmad Prianto R.)