Tingkatkan SDM dan Pelayanan Nakes, Dinkes Gelar Pelatihan PPOK dan Asma Provinsi Kalimantan Tengah

Pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Asma di Provinsi Kalteng. (foto/mmckalteng)

PALANGKA RAYA, KALTENGSATUNUSANTARA.COM – Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia tenaga kesehatan pemerintah provinsi merasa perlu melakukan berbagai pelatihan dan pendidikan terhadap para tenaga kesehatan (nakes) Khususnya yang berada di garis terdepan seperti puskesmas dimana Puskesmas adalah Faskes Pertama yang didatangi pasien sebelum berlanjut ke Rumah Sakit Rujukan, Pemerintah Provinsi melalui dinas kesehatan memfokuskan penanganan terhadap penyakit paru dan asma yang diharapkan para nakes mampu menegakkan diagnosis terhadap pasien yang terindikasi kena panyakit paru dan asma secara tepat dan benar berdasarkan klasifikasi jenis penyakit.

Sehubungan dengan hal tersebut Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, menggelar Pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Asma di Provinsi Kalteng, bertempat di Neo Hotel Palangka Raya, Selasa (10/10/2023). Kegiatan dibuka langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul.

Hadir pada kegiatan ini Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Widyaiswara UPT Bapelkes Palangka Raya sebagai pengendali diklat, dan Peserta Dokter dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Selain itu Ia juga menjadi narasumber dalam Pelatihan tersebut. Suyuti Syamsul dalam sambutannya mengatakan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi Asma di Indonesia sebesar 2,4% dengan prevalensi pada laki-laki sebanyak 2,3% dan perempuan 2,5%. Sedangkan untuk prevalensi PPOK berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 sebesar 3,7% dengan prevalensi pada laki-laki 4,4% dan perempuan 4,6%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebutkan bahwa PPOK merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia.

“Sebanyak 3,23 juta kematian di tahun 2019 dengan merokok sebagai penyebab utamanya. Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) memperkirakan secara epidemiologi di tahun 2060 angka prevalensi PPOK akan terus meningkat dan terdapat 5,4 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit ini karena meningkatnya jumlah angka orang yang merokok,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, WHO telah memperkenalkan strategi Practical Approach to Lung Health (PAL) atau Pendekatan Praktis Kesehatan Paru sejak tahun 2008. Ada 4 jenis penyakit yang dapat ditegakkan diagnosisnya dengan pendekatan ini, yakni Tuberculosis, Pneumonia, Asma, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru diharapkan dapat meningkatkan kualitas deteksi dini, diagnosis, dan tatalaksana kasus TB, Pneumonia, Asma, dan PPOK secara terintegrasi.

“Dalam Pendekatan Praktis Kesehatan Paru diperlukan agar tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mampu menegakkan diagnosis dan tatalaksana Asma dan PPOK dengan cermat dan tepat, sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan Asma dan PPOK kepada masyarakat. Dengan demikian diperlukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP,” imbuhnya.

Perlu diketahui, di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien gangguan saluran pernapasan dilaksanakan di FKTP atas dasar gejala tanpa indikasi yang jelas dan sistematik.

“Situasi pelayanan penyakit pernapasan di Indonesia pada umumnya menunjukkan gejala utama yakni batuk dan sesak,” tutupnya.